Sabtu, 21 Desember 2013

E-Government



E-Government merupakan kependekan dari elektronik pemerintah. E-Governtment biasa dikenal e-gov, pemerintah digital, online pemerintah atau pemerintah transformasi. E-Government adalah Suatu upaya untuk mengembangkan penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis elektronik. Suatu penataan system manajemen dan proses kerja di lingkungan pemerintah dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.
E-Goverment adalah penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah untuk memberikan informasi dan pelayanan bagi warganya, urusan bisnis, serta hal-hal lain yang berkenaan dengan pemerintahan. e-Government dapat diaplikasikan pada legislatif, yudikatif, atau administrasi publik, untuk meningkatkan efisiensi internal, menyampaikan pelayanan publik, atau proses kepemerintahan yang demokratis. Keuntungan yang paling diharapkan dari e-government adalah peningkatan efisiensi, kenyamanan, serta aksesibilitas yang lebih baik dari pelayanan publik.

1.1  Manfaat E-Government
1.      Membuat mudah bagi setiap warga negara memperoleh pelayanan dan interaksi dengan pemerintahnya , memperbaiki efisien dan efektivitas dan memperbaiki tanggapan/tanggungjawab sistem pemerintahan kepada warga negaranya. Selanjutnya akan memberikan value, seperti : penyederhanaan pelayanan, menghilangkan lapisan-lapisan pelayanan, memungkinkan semua warga negara memperoleh informasi dan pelayanan lebih mudah, meringkas transaksi melalui integrasi sistem pemerintahan dan aliran operasional sistem pemerintahan dapat dilakukan lebih cepat.
2.      Meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat , memperbaiki proses keterbukaan dan akuntabilitas di lingkungan pemerintahan , mereduksi biaya transaksi, terjadi komunikasi dan interaksi pada proses pemerintahan dan menciptakan masyarakat berbasis komunitas informasi yang lebih berkualitas.
Pemerintah tidak tertutup dengan warga negara karena tersedianya akses informasi, pelayanan yang modern, antar lembaga pemerintah dapat berkomunikasi dan kerja lebih efisien dan efektif serta memungkinkan meningkatkan pendapatan dari pajak

KONSEP DAN DEFINISI DEMOGRAFI

Add caption
Demografii adalah suatu kata pindahan dari bahasa Yunani yang terdiri dua kata, "demos"" yang artinya penduduk, dan "graphein" artinya menulis.  Jadi demografi menurut kata-kata asalnya berarti tulisan-tulisan atau karangan-karangan tentang penduduk suatu negara.
Definisi demografi seperti yang disebutkan di atas masih belum jelas arahnya, sulit dibedakan dengan ilmu-ilmu sosial yang lain misalnya: sosiologi, antropologi sosial, geografi sosial, yang juga berorientasi pada studi tentang penduduk (man-oriented).  Agar mudah dibedakan dengan ilmu-ilmu sosial yang lain, maka Philip M. Hauser dan Dudley Duncan (1959, 2) mengusulkan definisi untuk ilmu demografi sebagai berikut:
Demography is the study of the size, territorial distribution and composition of population, changes there in and the components of such changes which may be identified as natality, mortality, territorial movement (migration), and social mobility (change of Status)".
Dalam  bahasa Indonesia terjemahannya kurang  tebih sebagai berikut;
“Demografi mempelajari jumlah, persebaran teritoriai dan komposisi pen­duduk serta perubahan-perubahannya dan sebab-sebab perubahan itu, yang biasanya timbul karena natalitas, mortalitas, gerak teritorial (migrasi) dan mobilitas sosial (perubahan status)'
Dari definisi di atas dapatlah disimpulkan bahwa demografi mempelajari struktur dan proses penduduk di suatu wilayah.  Struktur penduduk meliputi jumlah, penyebaran dan komposisi penduduk. Struktur penduduk ini selalu berubah-ubah, dan perubahan tersebut disebabkan karena proses demografi yaitu kelahiran, kematian dan migrasi penduduk. Berbeda dengan ilmu-ilmu sosial lainnya yang menekankan studinya pada struktur penduduk, maka demografi lebih menekankan studinya pada proses demografi. Ahli demografi mempelajari struktur penduduk untuk dapat lebih memahami proses demografi. Misalnya dalam menganalisa fertilitas penduduk di suatu daerah, ahli demografi perlu mengetahui  jumlah pasangan usia subur yang ada di daerah tersebut.
Demografi bersifat analistis-mathematis, dan karena sifatnya yang demikian ini, demografi sering disebut juga statistik pen­duduk. Demografi formal menghasilkan berbagai teknik-teknik baru untuk menghitung angka-angka perbandingan demografi dan memperdalam pengertian tentang data-data yang telah dikumpulkan oleh statistik penduduk. Dengan cara-cara perhitungan baru dan pengetahuan baru tentang hubungan-hubungan antara unsur-unsur demografi hakiki (kelahiran, kematian, migrasi, jenis kelamin, umur dan sebagainya) dapatlah dibuat berbagai perkiraan-perkiraan jumlah penduduk untuk masa yang akan datang (forward projection), dan juga bagi  jaman yang lalu  (backward-projection;  Iskandar 1977, 8).
Di samping "demografi", kita sering pula mendengar "ilmu kependudukan", atau "studi kependudukan" (population study). Studi kependudukan lebih luas dari demografi, karena di dalam memahami karakteristik penduduk di suatu wilayah, faktor-faktor non-demografis pun ikut dipertimbangkan. Misalnya, di dalam memahami trend fertilitas, tidak hanya ditinjau jumlah wanita da­lam usia subur, tetapi faktor-faktor sosial budaya juga ikut diper­timbangkan. Pada masyarakat di mana penduduknya menginginkan anak yang lengkap (laki-laki dan perempuan) maka besarnya jumlah anak ditentukan oleh kelengkapan jenis kelamin dari jum­lah anak yang telah dipunyainya. Ada juga beberapa ahli membedakan kedua disiplin ilmu ini atas demografi formal (formal demography) untuk ilmu demografi, dan demografi sosial (social demography) untuk studi kependudukan (Bogue 1969, 4).

Sabtu, 30 November 2013

Koperasi itu?



Aku tidak tahu apa itu sosialisme, komunisme ataupun anarkisme, karena  tidak pernah berada dalam keadaan itu. Terpaksa untuk menyadari bahwa kehidupan telah membawa aku masuk ke dalam keadaan yang diharapkan bapak ekonomi modern.  Mengantarkan masuk ke dalam lubang yang tak jauh berbeda dengan yang dulu dan mungkin lebih parah. Ya, keadaan dimana  tuntutan  untuk lebih kompetitif dalam meningkatkan nilai tambah.
Semua berlari untuk memperoleh nilai tambah dan mengakumulasi, guna terciptanya suatu keadaan timpang dalam tatanan kehidupan. Berbagai cara talah ditempuh untuk  menyeimbangkan keadaan, termasuk menabuh genderang perang melawan keadaan. Namun, suara genderang  terlalu kecil untuk didengar, bahkan lebih kecil dari tangisan semut merah.
Genderang perang tersebut merupakan gerakan demokrasi ekonomi, atau lebih familiar di sebut koperasi. Kamu, pernah dengar koperasi, bukan? Ya, suatu badan usaha yang berlandaskan pada asas kekeluargaan dan demokrasi. Sering juga disebut oleh bapak koperasi kita sebagai soko guru perekonomian bangsa. dikukuhkan dengan keberpihakan pemerinatah terhadap koperasi, serta pengakuan dunia terhadap adanya induk koperasi dunia (ICA).
Namun kini, genderang perang mulai disalahtafsirkan oleh para prajurit. Mereka menganggap hal tersebut merupakn tanda untuk bersekutu dengan sang bapak untuk mencari nilai tambah. Tak heran, jika kamu memandang hina dan jijik karena genderang sudah berubah tafsir dari “KOPERASI” menjadi “KUPERASI”. Hal ini dibuktikan dengan menjamurnya Koperasi penghisap darah, wajar jika disebut Lintah Darat. Mereka, di butakan oleh suku bunga yang rendah, pembagian sisa hasil usaha, dan pelaksanaan secara demokrasi. Semua itu hanyalah secuil janji manis dari sang pemilik modal.
Syahdan, seorang janda tua yang tinggal bersama ke lima kucingnya di belantara pohon beton, mendengar suara genderang  yang begitu gagah menyuarakan isu sosial demokrasi. Suara tersebut membuat sang janda terbuai akan indahnya mimpi tentang keadilan dan  demokrasi, karena nyanyian sang parjurit. Namun, setelah sang janda terjaga dari mimpinya, ia menyadari bahwa genderang dan nyanyian sang prajurit adalah bohong belaka. Tak ada keadilan, tak ada demokrasi, dan tak ada lagi prajurit yang menyanyikan gerakan demokrasi  ekonomi. Kini yang tersisa hanyalah teriakan, makian dan cercaan deri genderang “KUPERASI” untuk mencari nilai tambah. Sang  janda kini hanya terdiam seribu bahasa melihat kelima kucing miliknya mati perlahan karena  menahan lapar.
Janda tua tesebut hanyalah salah satu korban dari suara genderang yang disalahtafsirkan oleh prajurit yang bersekutu dengan sang bapak. Semoga genderang yang kita miliki masih berada di tangan parjurit yang rela mati melawan sang bapak.

Kamis, 21 Maret 2013

Sedikit tentang UU Kementrian



1. Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
2. Menteri Negara yang selanjutnya disebut Menteri adalah pembantu Presiden yang memimpin Kementerian.
3. Urusan Pemerintahan adalah setiap urusan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4. Pembentukan Kementerian adalah pembentukan Kementerian dengan nomenklatur tertentu setelah Presiden mengucapkan sumpah/janji.
5. Pengubahan Kementerian adalah pengubahan nomenklatur Kemen-terian dengan cara menggabungkan, memisahkan, dan/atau mengganti nomenklatur Kementerian yang sudah terbentuk.
6. Pembubaran Kementerian adalah menghapus Kementerian yang sudah terbentuk.
BAB II
KEDUDUKAN DAN URUSAN PEMERINTAHAN
Bagian Kesatu
Kedudukan
Pasal 2
Kementerian berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia.
Pasal 3
Kementerian berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Bagian Kedua
Urusan Pemerintahan
Pasal 4
(1) Setiap Menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
(2) Urusan tertentu dalam pemerintahan sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) terdiri atas:
a. urusan pemerintahan yang nomenklatur Kementeriannya secara tegas disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan
c. urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah.
Pasal 5
(1) Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a meliputi urusan luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan.
(2) Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b meliputi urusan agama, hukum, keuangan, keamanan, hak asasi manusia, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, sosial, ketenagakerjaan, industri, perdagangan, pertambangan, energi, pekerjaan umum, transmigrasi, transportasi, informasi, komunikasi, pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, kelautan, dan perikanan.
(3) Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c meliputi urusan perencanaan pembangunan nasional, aparatur negara, kesekretariatan negara, badan usaha milik negara, pertanahan, kependudukan, lingkungan hidup, ilmu pengetahuan, teknologi, investasi, koperasi, usaha kecil dan menengah, pariwisata, pemberdayaan perempuan, pemuda, olahraga, perumahan, dan pembangunan kawasan atau daerah tertinggal.
Pasal 6
Setiap urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) tidak harus dibentuk dalam satu Kementerian tersendiri.
BAB III
TUGAS, FUNGSI, DAN SUSUNAN ORGANISASI
Bagian Kesatu
Tugas
Pasal 7
Kementerian mempunyai tugas menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
Bagian Kedua
Fungsi
Pasal 8
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian yang melaksanakan urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidangnya;
    b. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya;
c. pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya; dan
d. pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian yang melaksanakan urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidangnya;
b. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya;
c. pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya;
d. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian di daerah; dan
e. pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
(3) Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian yang melaksanakan urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan dan penetapan kebijakan di bidangnya;
b. koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidangnya;
c. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya; dan
d. pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya.

Bagian Ketiga
Susunan Organisasi
Pasal 9
(1) Susunan organisasi Kementerian yang menangani urusan sebagai-  mana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) terdiri atas unsur:
a. pemimpin, yaitu Menteri;
b. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat jenderal;
c. pelaksana tugas pokok, yaitu direktorat jenderal;
d. pengawas, yaitu inspektorat jenderal;
e. pendukung, yaitu badan dan/atau pusat; dan
f. pelaksana tugas pokok di daerah dan/atau perwakilan luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Susunan organisasi Kementerian yang melaksanakan urusan sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) terdiri atas unsur:
a. pemimpin, yaitu Menteri;
b. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat jenderal;
c. pelaksana, yaitu direktorat jenderal;
d. pengawas, yaitu inspektorat jenderal; dan
e. pendukung, yaitu badan dan/atau pusat.
 (3) Kementerian yang menangani urusan agama, hukum, keuangan, dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) juga memiliki unsur pelaksana tugas pokok di daerah.
(4) Susunan organisasi Kementerian yang melaksanakan urusan sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) terdiri atas unsur:
a. pemimpin, yaitu Menteri;
b. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat Kementerian;
c. pelaksana, yaitu deputi; dan
d. pengawas, yaitu inspektorat.

Pasal 10
Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat wakil Menteri pada Kementerian tertentu.
Pasal 11
Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, fungsi, dan susunan organisasi Kementerian diatur dengan Peraturan Presiden.

BAB IV
PEMBENTUKAN, PENGUBAHAN, DAN PEMBUBARAN
KEMENTERIAN
Bagian Kesatu
Pembentukan Kementerian
Pasal 12
Presiden membentuk Kementerian luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 13
(1) Presiden membentuk Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3).
(2) Pembentukan Kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan mempertimbangkan:
a. efisiensi dan efektivitas;
b. cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas;
c. kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan pelaksanaan tugas; dan/atau
d. perkembangan lingkungan global.
Pasal 14
Untuk kepentingan sinkronisasi dan koordinasi urusan Kementerian, Presiden dapat membentuk Kementerian koordinasi.
Pasal 15
Jumlah keseluruhan Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 paling banyak 34 (tiga puluh empat).
Pasal 16
Pembentukan Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak Presiden mengucapkan sumpah/janji.
Bagian Kedua
Pengubahan Kementerian
Pasal 17
Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 tidak dapat diubah oleh Presiden.
Pasal 18
(1) Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dapat diubah oleh Presiden.
 (2) Pengubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan:
a. efisiensi dan efektivitas;
b. perubahan dan/atau perkembangan tugas dan fungsi;
c. cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas;
d. kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan pelaksanaan tugas;
e. peningkatan kinerja dan beban kerja pemerintah;
f. kebutuhan penanganan urusan tertentu dalam pemerintahan secara mandiri; dan/atau
g. kebutuhan penyesuaian peristilahan yang berkembang.
Pasal 19
(1) Pengubahan sebagai akibat pemisahan atau penggabungan Kemen-terian dilakukan dengan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan Dewan Perwakilan Rakyat paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak surat Presiden diterima.
(3) Apabila dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Dewan Perwakilan Rakyat belum menyampaikan pertimba-ngannya, Dewan Perwakilan Rakyat dianggap sudah memberikan pertimbangan.
Bagian Ketiga
Pembubaran Kementerian
Pasal 20
Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 tidak dapat dibubarkan oleh Presiden. Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dapat dibubarkan oleh Presiden dengan meminta pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat, kecuali Kementerian yang menangani urusan agama, hukum, keuangan, dan keamanan harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
BAB V
PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN
Bagian Kesatu
Pengangkatan
Pasal 22
(1) Menteri diangkat oleh Presiden.
(2) Untuk dapat diangkat menjadi Menteri, seseorang harus memenuhi persyaratan:
a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita proklamasi kemerdekaan;
d. sehat jasmani dan rohani;
e. memiliki integritas dan kepribadian yang baik; dan
f. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Pasal 23
Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai:
a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau
c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.

Bagian Kedua
Pemberhentian
Pasal 24
(1) Menteri berhenti dari jabatannya karena:
a. meninggal dunia; atau
b. berakhir masa jabatan.
(2) Menteri diberhentikan dari jabatannya oleh Presiden karena:
a. mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis;
b. tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga) bulan secara berturut-turut;
c. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
d. melanggar ketentuan larangan rangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23; atau
e. alasan lain yang ditetapkan oleh Presiden.
(3) Presiden memberhentikan sementara Menteri yang didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.


BAB VI
HUBUNGAN FUNGSIONAL KEMENTERIAN DAN
LEMBAGA PEMERINTAH NONKEMENTERIAN
Pasal 25
(1) Hubungan fungsional antara Kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian dilaksanakan secara sinergis sebagai satu sistem pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Lembaga pemerintah nonkementerian berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri yang mengoordinasikan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai hubungan fungsional antara Menteri dan lembaga pemerintah nonkementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.

BAB VII
HUBUNGAN KEMENTERIAN DENGAN PEMERINTAH
DAERAH
Pasal 26
Hubungan antara Kementerian dan pemerintah daerah dilaksanakan dalam kerangka sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan prinsip-prinsip penyelenggaraan otonomi daerah sesuai peraturan perundang-undangan.