Sedikit tentang UU Kementrian
1. Kementerian
Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan
tertentu dalam pemerintahan.
2. Menteri Negara yang selanjutnya disebut Menteri adalah pembantu Presiden
yang memimpin Kementerian.
3. Urusan Pemerintahan adalah setiap urusan sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4. Pembentukan Kementerian adalah pembentukan Kementerian dengan nomenklatur
tertentu setelah Presiden mengucapkan sumpah/janji.
5. Pengubahan Kementerian adalah pengubahan nomenklatur Kemen-terian dengan
cara menggabungkan, memisahkan, dan/atau mengganti nomenklatur Kementerian yang
sudah terbentuk.
6. Pembubaran Kementerian adalah menghapus Kementerian yang sudah
terbentuk.
BAB II
KEDUDUKAN DAN URUSAN PEMERINTAHAN
Bagian Kesatu
Kedudukan
Pasal 2
Kementerian berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia.
Pasal 3
Kementerian berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Presiden.
Bagian Kedua
Urusan Pemerintahan
Pasal 4
(1) Setiap Menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
(2) Urusan tertentu
dalam pemerintahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas:
a. urusan pemerintahan yang nomenklatur Kementeriannya
secara tegas disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
b. urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan
c. urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi,
dan sinkronisasi
program pemerintah.
Pasal 5
(1) Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a meliputi urusan luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan.
(2) Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b meliputi
urusan agama,
hukum, keuangan, keamanan, hak asasi manusia, pendidikan, kebudayaan,
kesehatan, sosial,
ketenagakerjaan, industri, perdagangan, pertambangan, energi, pekerjaan umum, transmigrasi, transportasi,
informasi, komunikasi,
pertanian, perkebunan,
kehutanan, peternakan,
kelautan, dan perikanan.
(3) Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c meliputi urusan perencanaan pembangunan nasional,
aparatur negara,
kesekretariatan
negara, badan usaha milik negara, pertanahan, kependudukan, lingkungan hidup, ilmu pengetahuan, teknologi, investasi, koperasi, usaha kecil dan menengah, pariwisata, pemberdayaan perempuan, pemuda, olahraga, perumahan,
dan pembangunan
kawasan atau daerah tertinggal.
Pasal 6
Setiap urusan pemerintahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) tidak harus dibentuk dalam
satu Kementerian tersendiri.
BAB III
TUGAS, FUNGSI, DAN SUSUNAN ORGANISASI
Bagian Kesatu
Tugas
Pasal 7
Kementerian
mempunyai tugas menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan untuk
membantu Presiden dalam
menyelenggarakan pemerintahan negara.
Bagian Kedua
Fungsi
Pasal 8
(1) Dalam melaksanakan tugasnya,
Kementerian yang melaksanakan urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(1) menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidangnya;
b. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung
jawabnya;
c. pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya; dan
d. pelaksanaan
kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian yang melaksanakan
urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di
bidangnya;
b. pengelolaan
barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya;
c. pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya;
d. pelaksanaan
bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian di daerah;
dan
e. pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
(3) Dalam melaksanakan tugasnya,
Kementerian yang melaksanakan urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(3) menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan dan penetapan kebijakan di bidangnya;
b. koordinasi dan sinkronisasi
pelaksanaan kebijakan di bidangnya;
c. pengelolaan barang milik/kekayaan
negara yang menjadi tanggung jawabnya; dan
d. pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya.
Bagian Ketiga
Susunan Organisasi
Pasal 9
(1) Susunan organisasi Kementerian yang
menangani urusan sebagai- mana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (1) terdiri atas unsur:
a. pemimpin, yaitu Menteri;
b. pembantu pemimpin, yaitu sekretariat jenderal;
c. pelaksana tugas pokok, yaitu direktorat jenderal;
d. pengawas, yaitu inspektorat jenderal;
e. pendukung, yaitu badan dan/atau pusat; dan
f. pelaksana tugas pokok di daerah dan/atau perwakilan
luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Susunan organisasi Kementerian yang melaksanakan
urusan sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) terdiri atas unsur:
a. pemimpin,
yaitu Menteri;
b. pembantu
pemimpin, yaitu sekretariat jenderal;
c. pelaksana,
yaitu direktorat jenderal;
d. pengawas,
yaitu inspektorat jenderal; dan
e. pendukung,
yaitu badan dan/atau pusat.
(3) Kementerian yang menangani urusan agama, hukum, keuangan, dan keamanan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (2) juga memiliki unsur pelaksana tugas pokok di daerah.
(4) Susunan organisasi Kementerian yang melaksanakan urusan sebagai-mana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) terdiri atas unsur:
a. pemimpin,
yaitu Menteri;
b. pembantu
pemimpin, yaitu sekretariat Kementerian;
c. pelaksana,
yaitu deputi; dan
d. pengawas,
yaitu inspektorat.
Pasal 10
Dalam hal terdapat beban
kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat wakil
Menteri pada Kementerian tertentu.
Pasal 11
Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, fungsi, dan susunan organisasi
Kementerian diatur dengan Peraturan Presiden.
BAB IV
PEMBENTUKAN, PENGUBAHAN, DAN PEMBUBARAN
KEMENTERIAN
Bagian Kesatu
Pembentukan Kementerian
Pasal 12
Presiden membentuk Kementerian luar
negeri, dalam negeri, dan pertahanan, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 13
(1) Presiden membentuk Kementerian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3).
(2) Pembentukan Kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan
mempertimbangkan:
a. efisiensi dan efektivitas;
b. cakupan tugas dan proporsionalitas
beban tugas;
c. kesinambungan, keserasian, dan
keterpaduan pelaksanaan tugas; dan/atau
d. perkembangan
lingkungan global.
Pasal 14
Untuk kepentingan
sinkronisasi dan koordinasi urusan Kementerian, Presiden dapat membentuk Kementerian koordinasi.
Pasal 15
Jumlah keseluruhan Kementerian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 paling banyak 34 (tiga puluh empat).
Pasal 16
Pembentukan
Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 paling
lama 14 (empat belas) hari kerja sejak Presiden mengucapkan sumpah/janji.
Bagian Kedua
Pengubahan Kementerian
Pasal 17
Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
tidak dapat diubah oleh Presiden.
Pasal 18
(1) Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dapat diubah
oleh Presiden.
(2) Pengubahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan:
a. efisiensi dan efektivitas;
b. perubahan dan/atau perkembangan tugas dan fungsi;
c. cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas;
d. kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan pelaksanaan tugas;
e. peningkatan kinerja dan beban kerja pemerintah;
f. kebutuhan
penanganan urusan tertentu dalam pemerintahan secara mandiri; dan/atau
g. kebutuhan penyesuaian peristilahan yang berkembang.
Pasal 19
(1) Pengubahan sebagai akibat pemisahan atau penggabungan Kemen-terian
dilakukan dengan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan Dewan
Perwakilan Rakyat paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak surat Presiden
diterima.
(3) Apabila dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) Dewan Perwakilan Rakyat belum menyampaikan pertimba-ngannya, Dewan
Perwakilan Rakyat dianggap sudah memberikan pertimbangan.
Bagian Ketiga
Pembubaran Kementerian
Pasal 20
Kementerian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 tidak dapat dibubarkan oleh Presiden. Kementerian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dapat dibubarkan oleh Presiden dengan
meminta pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat, kecuali Kementerian yang
menangani urusan agama, hukum, keuangan, dan keamanan harus dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat.
BAB V
PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN
Bagian Kesatu
Pengangkatan
Pasal 22
(1) Menteri diangkat oleh Presiden.
(2) Untuk dapat diangkat menjadi Menteri,
seseorang harus memenuhi persyaratan:
a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. setia kepada
Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, dan cita-cita proklamasi kemerdekaan;
d. sehat jasmani dan
rohani;
e. memiliki
integritas dan kepribadian yang baik; dan
f. tidak pernah
dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5
(lima) tahun atau lebih.
Pasal 23
Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai:
a. pejabat negara
lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
b. komisaris atau direksi pada perusahaan
negara atau perusahaan swasta; atau
c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari
Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.
Bagian Kedua
Pemberhentian
Pasal 24
(1) Menteri berhenti dari jabatannya karena:
a. meninggal dunia; atau
b. berakhir masa jabatan.
(2) Menteri diberhentikan dari jabatannya
oleh Presiden karena:
a. mengundurkan diri atas permintaan
sendiri secara tertulis;
b. tidak dapat melaksanakan tugas selama
3 (tiga) bulan secara berturut-turut;
c. dinyatakan bersalah berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan
tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
d. melanggar ketentuan larangan rangkap jabatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23; atau
e. alasan lain yang ditetapkan oleh
Presiden.
(3) Presiden memberhentikan sementara Menteri yang didakwa melakukan tindak
pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
BAB VI
HUBUNGAN FUNGSIONAL KEMENTERIAN DAN
LEMBAGA PEMERINTAH NONKEMENTERIAN
Pasal 25
(1) Hubungan fungsional antara Kementerian dan lembaga pemerintah
nonkementerian dilaksanakan secara sinergis sebagai satu sistem pemerintahan dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Lembaga pemerintah nonkementerian berkedudukan di bawah Presiden dan
bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri yang mengoordinasikan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai hubungan fungsional antara Menteri dan
lembaga pemerintah nonkementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dengan Peraturan Presiden.
BAB VII
HUBUNGAN KEMENTERIAN DENGAN PEMERINTAH
DAERAH
Pasal 26
Hubungan antara
Kementerian dan pemerintah daerah dilaksanakan dalam kerangka sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan
prinsip-prinsip penyelenggaraan otonomi daerah sesuai peraturan
perundang-undangan.